Ketika ekonomi makin tidak menentu, warga kelas menengah di China menjadi lebih konservatif hingga mengurangi pembelian barang-barang mewah dan mulai berhemat.
Kondisi itu terlihat dalam survei yang dilakukan Shanghai Advanced Institute of Finance (SAIF) Universitas Shanghai Jiao Tong dan perusahaan manajemen aset Charles Schwab.
Berdasarkan survei yang diterbitkan Selasa (19/9/2023), hanya 28,6% persen dari lebih dari 4.500 orang yang disurvei mencantumkan belanja barang mewah sebagai tujuan finansial, turun lebih dari 50% dibandingkan lima tahun lalu.
Keinginan untuk menabung modal untuk memulai sebuah perusahaan juga menurun, dengan 27,8% responden mencantumkannya sebagai tujuan dibandingkan dengan sepertiganya pada tahun lalu.
Jajak pendapat tersebut mencakup orang-orang yang didefinisikan sebagai orang kaya baru, dengan pendapatan tahunan antara 125.000 yuan atau setara Rp 263 juta hingga 1 juta yuan (Rp 2,1 muliar) dari kota-kota tingkat pertama hingga ketiga di seluruh China.
Sebagai perbandingan, mendukung orang tua dan bersiap menghadapi potensi masalah kesehatan menjadi prioritas yang lebih tinggi bagi mereka yang disurvei.
"Perubahan-perubahan ini menunjukkan bahwa mereka berfokus kembali pada keselamatan dan keberlanjutan jangka pendek daripada berinvestasi di masa depan atau membelanjakan uang untuk konsumsi yang berlebihan," demikian laporan survei tersebut, seperti dikutip South China Morning Post (SCMP).
Tu Guangshao, direktur eksekutif SAIF dan mantan wakil walikota Shanghai, menyebut kelompok yang diteliti sebagai kelompok yang semakin kaya.
"Mereka sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi kita, karena apa pun industri yang mereka geluti, mereka sering kali menjadi tulang punggung," katanya. "Mereka juga merupakan kekuatan pendorong konsumsi, terutama ketika pemerintah berupaya untuk merangsang pengeluaran."
Investasi Menurun
Selain tak berbelanja, mereka yang disurvei juga melaporkan kemunduran dalam investasi. Hanya sekitar 18% mengatakan mereka memiliki saham, tingkat terendah sejak survei dimulai pada tahun 2017, dan lebih dari sepertiganya mengatakan mereka tidak memiliki properti investasi.
Sebaliknya, uang tunai dan deposito berjangka menyumbang sekitar 56% dari portofolio mereka.
Survei tersebut juga mengungkapkan adanya perubahan sikap terhadap konsep kekayaan itu sendiri. Setelah bertahun-tahun melakukan lockdown akibat Covid-19, para responden telah menurunkan standar mereka mengenai kesejahteraan.
Meskipun mereka mendefinisikan kaya secara finansial sebagai orang yang memiliki aset likuid sebesar 5,06 juta yuan atau lebih pada tahun 2021, jumlah tersebut turun menjadi 4,23 juta yuan pada tahun ini.
sumber : https://www.cnbcindonesia.com/news/20230921124537-4-474389/fenomena-warga-china-kurangi-belanja-mulai-berhemat-ada-apa
Comments