top of page

Dilema Kondominium Terbengkalai di Jepang

"Kami sudah tidak pernah bertemu selama 20 tahun, jangan ganggu saya!" kata seorang wanita. Ia menutup pembicaraan itu sambil membanting gagang telepon dengan keras.



Panggilan telepon yang sulit dan sambutan yang tidak ramah. Itu adalah pengalaman yang makin umum diterima oleh manajer properti di Jepang yang mencoba melacak ahli waris penghuni kondominium yang telah meninggal.


Dalam kasus ini, penelepon itu adalah ketua asosiasi manajemen kondominium di Yuzawa, daerah populer untuk pemandian air panas dan resor ski di Provinsi Niigata. Ketua asosiasi itu menelepon anak perempuan dari penghuni kondominium yang sudah meninggal lima tahun lalu. Ia berupaya mencari ahli waris yang sah untuk mengambil alih unit yang terbengkalai tersebut.


Kondominium resor

Deretan kondominium di sebuah gunung di Yuzawa, Provinsi Niigata.

Penghuni kondominium tersebut adalah seorang pria lanjut usia, pensiunan supir taksi. Ia pindah sendirian ke daerah resor pegunungan tersebut dari Tokyo setelah bercerai.

NHK berbincang dengan ketua asosiasi manajemen.


Ketua asosiasi manajemen itu mengatakan pria tersebut menderita diabetes dan selalu berbicara tentang akhir hidupnya. "Ia pernah mengatakan, 'saat saya mati, saya akan mati tanpa menimbulkan masalah bagi siapa pun'."

Ketua asosiasi manajemen berbicara tentang mantan penyewa yang telah meninggal.


Unit pria itu terbengkalai

Sayangnya, masalah justru timbul sesudah pria itu meninggal, tiga tahun setelah ia pindah. Unitnya terbengkalai tanpa penghuni selama satu setengah tahun dan menyisakan tunggakan biaya manajemen.


Sekitar 1,5 juta yen untuk biaya terkait hukum dan biaya lainnya yang diperlukan untuk membuang barang-barang mendiang pria tersebut ditanggung oleh iuran manajemen warga. Hal itu membuat penghuni lainnya ikut menanggung tagihan tersebut.


Banyak unit yang ditinggalkan dengan barang pribadi

Menurut pemerintah daerah Yuzawa, resor tersebut memiliki 57 kondominium yang kebanyakan dibangun sewaktu gelembung ekonomi Jepang pada akhir 1980-an. Pada masa itu, terjadi lonjakan aktivitas ski berbareng dengan maraknya pembangunan kondominium untuk digunakan sebagai sanggraloka.


Kondominium di Yuzawa, Provinsi Niigata.

Hingga September tahun ini, hampir separuh penghuni kondominium-kondominium tersebut adalah lansia.


Ono Hajime, direktur Angel Group, perusahaan manajemen real estat setempat, menunjukkan data unit-unit yang dibiarkan kosong setelah penghuninya meninggal. Beberapa di antaranya tertulis "pelepasan hak" dengan tinta merah.

Huruf kanji Jepang "pelepasan hak" ditulis dengan warna merah di sebelah daftar nama ahli waris.


"Tulisan ini mengonfirmasikan penolakan warisan. Ini adalah contoh kasus ketika pemberitahuan telah dikirimkan kepada ahli waris yang sah, tetapi mereka pada akhirnya melepaskan hak warisannya. Sangat mudah bagi mereka untuk melakukan itu. Kasus semacam itu makin meningkat," kata Ono.

Ono Hajime dari Angel Group.


Penurunan nilai jual real estat

Ono mengatakan biang keladinya adalah penurunan nilai jual real estat. Sewaktu gelembung ekonomi, harga beberapa properti mencapai lebih dari 100 juta yen (662.000 dolar AS) per unit. Sekarang, kebanyakan harganya kurang dari satu juta yen.

"Banyak orang cenderung menelantarkan properti tersebut, karena tidak sebanding dengan biaya pemeliharaan dan perbaikan bulanan yang mencapai puluhan ribu yen, serta pajak properti tahunan."

Ono mengkhawatirkan masa depan. "Apabila nilai jualnya tidak meningkat, makin banyak orang yang akan menelantarkan rumah keluarga mereka dan tidak akan ada penghuninya. Jika itu terjadi, kondominium-kondominium tidak akan bisa memungut iuran manajemen dan tidak akan mampu bertahan," katanya.


Tidak hanya Yuzawa

Masalah ini tidak hanya terjadi di Yuzawa. Data pemerintah menunjukkan bahwa Jepang sedang bergulat dengan populasi yang menua dan properti yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal.


Dalam sepuluh tahun terakhir, terdapat lebih dari 10.000 kasus semacam itu. Daerah perkotaan dengan populasi besar, seperti Tokyo dan Osaka, memiliki jumlah kasus tertinggi.

Namun, dalam hitungan per kapita, Kota Yuzawa di Provinsi Niigata berada di urutan teratas, diikuti oleh Atami di Provinsi Shizuoka dan beberapa daerah tujuan wisata lainnya.



Postingan Terakhir

Lihat Semua

Comments


bottom of page